Meskipun bukan akun resmi dari Pondok Pesantren Ponpes Lirboyo, ternyata akun Instagram ini justru punya banyak pengikut. Jumlahnya bahkan mengalahkan akun-akun resmi dari ponpes yang ada di Kelurahan Lirboyo tersebut. MOHAMMAD SYIFA âWong wedok kui kudu ngalim dewe, ojo dadi bunyai Mudhof ilaih, surgo nunut neroko katut,â. Begitulah bunyi caption salah satu foto di akun Instagram serambilirboyo yang diunggah kemarin. Tidak hanya mengunggah foto dan caption singkat, dalam setiap unggahan foto selalu diikuti dengan berbagai keterangan. Keterangan itu bisa berupa hadits atau penjelasan-penjelasan dari berbagai kitab. Temanya bisa beragam. Mulai dari fiqih sehari-hari hingga isu-isu menarik lainnya. Namun, unggahan yang paling utama dari akun tersebut sebenarnya adalah terkait dengan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ponpes Lirboyo. Tidak hanya kegiatan belajar-mengajar di pondok, melainkan hal-hal unik lainnya yang terjadi di pondok yang mungkin jarang diketahui oleh masyarakat luas. âAkun serambilirboyo hanyalah akun biasa. Mboten spesial,â ujar Ahmad Fahrurrozi, admin atau pengelola akun serambilirboyo kepada Jawa Pos Radar Kediri. Fahrurrozi sendiri awalnya sebenarnya malu-maluâ dan enggan mengungkap identitasnya saat wartawan koran ini hendak mencari tahu siapa pengelola akun tersebut. Lelaki yang juga merupakan alumni Ponpes Lirboyo 2011 tersebut ingin apa yang dia lakukan benar-benar tidak diketahui orang lain. Menurut dia, akun media sosial tersebut sengaja dibuat dari ide yang sangat sederhana. Yakni bermula dari adanya rasa cinta terhadap pesantren, masyayikh, dan rasa eman. âEman kalau dawuh dari para masyayikh Lirboyo tidak disebarluaskan,â sambung alumni yang kini tinggal di Magelang tersebut. Menurut dia, ada banyak akun-akun yang sebenarnya membagikan petuah dari para ulama. Namun, akun serambilirboyo ini mengkhususkan untuk menyebarluaskan dawuh dari ulama Lirboyo. Harapannya, agar orang tua yang melihat pesan-pesan itu akhirnya tertarik untuk memondokkan anaknya. Lantas, kapan akun tersebut mulai dibentuk? Menurut Fahrurrozi, awalnya dia hanya membuat akun Facebook yang saat ini sudah dikelola langsung oleh pihak pondok. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, muncul Instagram. Dari situlah lantas berinisiatif untuk membuat akun serambilirboyo. Menariknya, kata Fahrurrozi, akun tersebut sebenarnya bukanlah akun resmi yang dibuat oleh pengurus pondok. Melainkan, hanyalah akun untuk mewadahi para alumni yang sekiranya kangenâ dengan suasana di pondok. âKalau pengurus pondok dan lembaga punya akun tersendiri,â tandas lelaki 29 tahun itu. Menariknya, dari pantauan wartawan koran ini, justru akun serambilirboyo ini memiliki jumlah follower yang lebih banyak dibanding akun-akun Lirboyo lainnya. Akun serambilirboyo kini punya pengikut. Angka itu lebih besar jika dibandingkan akun pondoklirboyo yang mencapai pengikut. Selama ini, hanya Fahrurrozi yang mengelola sendiri akun tersebut. Kendati demikian, dia punya rekan-rekan yang ada di Ponpes Lirboyo yang rutin untuk setorâ foto-foto. Karena itulah, meskipun dikelola dari jauh, akun tersebut selalu mendapatkan foto atau gambar yang update. Akun itu sendiri mulai dibuat pada 2016 lalu. Saat itu dibuat satu hari jelang peringatan Hari Santri yang jatuh setiap 20 Oktober. Dari situlah lantas akun tersebut terus meningkat jumlah pengikutnya. âKebetulan sejak masih di rumah, saya memang sudah suka dengan media sosial,â lanjutnya. Bagi dia, ada rasa suka tersendiri bisa mengelola akun tersebut. Pasalnya, sejak kecil dia memang sudah bercita-cita untuk mondok. Karena itulah, pada tahun 2000 dia langsung mondok di Lirboyo dan ternyata kerasan hingga lulus di 2011. Ke depan, Fahrurrozi berharap agar akun tersebut bisa memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Terutama dalam hal menyebarkan kebaikan kepada masyarakat, terutama para alumni Lirboyo. Meskipun bukan akun resmi dari Pondok Pesantren Ponpes Lirboyo, ternyata akun Instagram ini justru punya banyak pengikut. Jumlahnya bahkan mengalahkan akun-akun resmi dari ponpes yang ada di Kelurahan Lirboyo tersebut. MOHAMMAD SYIFA âWong wedok kui kudu ngalim dewe, ojo dadi bunyai Mudhof ilaih, surgo nunut neroko katut,â. Begitulah bunyi caption salah satu foto di akun Instagram serambilirboyo yang diunggah kemarin. Tidak hanya mengunggah foto dan caption singkat, dalam setiap unggahan foto selalu diikuti dengan berbagai keterangan. Keterangan itu bisa berupa hadits atau penjelasan-penjelasan dari berbagai kitab. Temanya bisa beragam. Mulai dari fiqih sehari-hari hingga isu-isu menarik lainnya. Namun, unggahan yang paling utama dari akun tersebut sebenarnya adalah terkait dengan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ponpes Lirboyo. Tidak hanya kegiatan belajar-mengajar di pondok, melainkan hal-hal unik lainnya yang terjadi di pondok yang mungkin jarang diketahui oleh masyarakat luas. âAkun serambilirboyo hanyalah akun biasa. Mboten spesial,â ujar Ahmad Fahrurrozi, admin atau pengelola akun serambilirboyo kepada Jawa Pos Radar Kediri. Fahrurrozi sendiri awalnya sebenarnya malu-maluâ dan enggan mengungkap identitasnya saat wartawan koran ini hendak mencari tahu siapa pengelola akun tersebut. Lelaki yang juga merupakan alumni Ponpes Lirboyo 2011 tersebut ingin apa yang dia lakukan benar-benar tidak diketahui orang lain. Menurut dia, akun media sosial tersebut sengaja dibuat dari ide yang sangat sederhana. Yakni bermula dari adanya rasa cinta terhadap pesantren, masyayikh, dan rasa eman. âEman kalau dawuh dari para masyayikh Lirboyo tidak disebarluaskan,â sambung alumni yang kini tinggal di Magelang tersebut. Menurut dia, ada banyak akun-akun yang sebenarnya membagikan petuah dari para ulama. Namun, akun serambilirboyo ini mengkhususkan untuk menyebarluaskan dawuh dari ulama Lirboyo. Harapannya, agar orang tua yang melihat pesan-pesan itu akhirnya tertarik untuk memondokkan anaknya. Lantas, kapan akun tersebut mulai dibentuk? Menurut Fahrurrozi, awalnya dia hanya membuat akun Facebook yang saat ini sudah dikelola langsung oleh pihak pondok. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, muncul Instagram. Dari situlah lantas berinisiatif untuk membuat akun serambilirboyo. Menariknya, kata Fahrurrozi, akun tersebut sebenarnya bukanlah akun resmi yang dibuat oleh pengurus pondok. Melainkan, hanyalah akun untuk mewadahi para alumni yang sekiranya kangenâ dengan suasana di pondok. âKalau pengurus pondok dan lembaga punya akun tersendiri,â tandas lelaki 29 tahun itu. Menariknya, dari pantauan wartawan koran ini, justru akun serambilirboyo ini memiliki jumlah follower yang lebih banyak dibanding akun-akun Lirboyo lainnya. Akun serambilirboyo kini punya pengikut. Angka itu lebih besar jika dibandingkan akun pondoklirboyo yang mencapai pengikut. Selama ini, hanya Fahrurrozi yang mengelola sendiri akun tersebut. Kendati demikian, dia punya rekan-rekan yang ada di Ponpes Lirboyo yang rutin untuk setorâ foto-foto. Karena itulah, meskipun dikelola dari jauh, akun tersebut selalu mendapatkan foto atau gambar yang update. Akun itu sendiri mulai dibuat pada 2016 lalu. Saat itu dibuat satu hari jelang peringatan Hari Santri yang jatuh setiap 20 Oktober. Dari situlah lantas akun tersebut terus meningkat jumlah pengikutnya. âKebetulan sejak masih di rumah, saya memang sudah suka dengan media sosial,â lanjutnya. Bagi dia, ada rasa suka tersendiri bisa mengelola akun tersebut. Pasalnya, sejak kecil dia memang sudah bercita-cita untuk mondok. Karena itulah, pada tahun 2000 dia langsung mondok di Lirboyo dan ternyata kerasan hingga lulus di 2011. Ke depan, Fahrurrozi berharap agar akun tersebut bisa memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Terutama dalam hal menyebarkan kebaikan kepada masyarakat, terutama para alumni Lirboyo. Artikel Terkait
VISINEWS - Memasuki masa kegiatan belajar mengajar, ribuan santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo Kota Kediri yang baru tiba wajib menjalani isolasi mandiri selama dua minggu. "Kedatangan santri secara bertahap dari total seluruhnya 28.000, yang hari ini kami jadwalkan datang 10 persen, sekitar 2.500 santri," kata Juru Bicara dan Ketua Pesantren Sudah tidak asing di telinga tentang beberapa pesantren salaf besar yang dikenal unggul dalam penguasaan kitab kuningnya dan alumninya banyak yang terkenal dengan kualitas ilmunya. Misalnya saja pesantren Langitan, Sidogiri, Sarang, Ploso, Lirboyo dan lainnya. Saya di sini akan membicarakan tentang Pesantren Lirboyo. Di Lirboyo, saya pernah mendengar maaf saya tidak tahu kebenarannya cerita bahwa ada seorang alumni yang terkenal alim, usul agar di Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien MHM ada penjurusan fan keilmuan untuk tingkat Aliyah. Beliau mencontohkan seperti di perguruan tinggi, ada jurusan Tafsir Hadits, Bahasa Arab, Ahwal Syakhsiyah, Filsafat dan lain sebagainya. Di madrasah juga begitu, ada jurusan Fikih, Tafsir, Qowaid Nahwu Sharf, Tasawuf, Filsafat atau lainnya. Ia beralasan, santri Lirboyo tingkat Aliyah mestinya sudah punya kemampuan untuk itu penjurusan. Lagipula dasar-dasar materi agama sudah kuat pada tingkat Tsanawiyah. Jadi, kalau di tingkat Aliyah ada penjurusan sesuai minat dan bakat, tentu alumninya luar biasa. Ada yang ahli di bidang Fikih, Tafsir dan seterusnya. Santri tingkat Aliyah tidak perlu mempelajari seabrek materi yang terkadang ada beberapa yang tidak diminati atau tidak kuasai. Bisa juga penjurusan diaplikasikan di kelas dua Aliyah atau dua tahun terakhir sebelum tamat. Jadi mereka sudah punya dasar dalam penjurusan jika nantinya ingin melanjutkan ke timur tengah misalnya. Tetapi usulan di atas tidak dipenuhi. Konon yang memberikan jawaban adalah KH. Abd. Aziz Manshur. Beliau memberikan jawaban yang diplomatis dan membuat hampir semua orang âsamiâna wa athaânaâ. Begini jawabannya. Di Lirboyo itu tidak hanya memperhatikan yang pintar-pintar saja dalam hal ini, penjurusan adalah ranah para santri yang pintar dan mempunyai keilmuan yang mapan. Tapi juga mendidik dan memperhatikan mereka yang kemampuannya sedang dan pas-pasan. Alhasil, santri lulusan Lirboyo itu bisa menyebar menjadi tokoh di segala tingkatan dalam kehidupan di masyarakat. Riilnya, alumni Lirboyo yang keilmuannya sedang dan pas-pasan itu bisa menjadi tokoh di tingkat desa atau RT. Sedangkan yang pintar dan keilmuannya tinggi, mereka akan menjadi tokoh nasional dan bahkan internasional, lihat saja misalnya KH. Maimoen Zubair, KH. A. Mustofa Bisri, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA. dan lain sebagainya. Dengan jawaban seperti itu membuat semua orang adem dan menyadari misi besar yang diemban oleh pesantren untuk semua kalangan di masyarakat. Karena itulah, Pesantren Lirboyo adalah pesantren untuk semua pencari. Note Sekarang model kurikulum di MHM Lirboyo sudah ada perubahan. Ada penambahan Maâhad Aly. Tapi saya belum tahu secara detail materi kurikulum dan aplikasinya. *Diantarabeberapa ulama muda Indonesia alumni tarim yang terkenal aktif berdakwah sejak tahun 2000 an seperti: Gresik), Buya Yahya Lc (Majelis Al Bahjah, Manajement Qalbu MNC TV), KH Reza imam mahrus (Maâhad LIRBOYO, Kediri), KH Ahmad Idris (majelsis At Taisir, palembang) KH A Hisyam Syafaat (Bank Darussalam, banyuwangi), KH Aziz Mahuri
KH Azizi Hasbullah terkenal sebagai macan Lirboyo. Sebuah julukan yang menggambarkan kepiawaiannya dalam ranah bahstul masail. Kepulangannya ke hadirat Allah Swt tentu saja meninggalkan banyak kenangan di benak sahabat dan jejak digital tentang cerita beliau yang tersebar di media sosia. Di antaranya adalah tulisan Mukti Ali Qusyairi, alumni Pesantren Lirboyo Kediri dan Ketua Lembaga Bahtsul Masail LBM Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama PWNU DKI Jakarta yang ia unggah di akun facebooknya.âSaya sebagai murid, saya ingin menulis sekilas tentang beliau sependek yang saya tahu. Karena bagi saya, beliau adalah tokoh penting.â semula saya nyantri di Lirboyo, nama Romo KH Azizi Hasbullah selanjutnya disebut Kiai Azizi sudah menjadi buah bibir dan tema tersendiri dalam obrolan-obrolan warung kopi para santri. Pasalnya, di dalam diri Kiai Azizi ada anomali atau ketidaknormalan yang mengejutkan bagi publik Kiai Azizi dari keluarga yang kurang berada, sehingga agar bisa nyantri di Lirboyo dengan memilih menjadi dalem Kiai pengasuh Lirboyo. Lantaran dengan memilih menjadi dalem, ia bisa gratis sekolah dan mesantren serta mendapatkan kebutuhan makan-minum serta kebutuhan merupakan tradisi pesantren. Yaitu kerja-kerja khidmah, pengabdian, dan membantu berbagai hal yang dibutuhkan sang kiai. Misalkan menjaga toko kitab, warung/kantin, memasak, mengurus sawah, atau mengurus binatang ternak, dll. Akan tetapi kerja-kerja itu dilakukan di luar jam wajib sekolah dan ngaji Azizi konon mendapatkan pengabdian di bidang mengurus sapi-sapi milik keluarga almaghfurlah Romo KH Ahmad Idris Marzuqi, pengasuh Pesantren Lirboyo generasi menjadi santri, Kiai Azizi sibuk mencari rumput, memberi makan-minum, dan membersihkan kandang sapi serta memandikan sapi-sapi. Kadang-kandang sapi berada di samping pesantren. Kiai Azizi pun semasa menjadi santri sampai menjadi guru kami, kiai kami, hidup dan mukim di sebuah gubuk terbuat dari bambu dan jerami yang berada tidak jauh dari kandang sibuk dalem mengurus sapi-sapi yang cukup menyita waktu dan menguras tenaga, tetapi Kiai Azizi menjadi siswa yang paling menonjol kemampuan hapalan, pemahaman, mental, dan artikulasinya. Beliau selalu menjadi Rais Am, ketua musyawarah kitab, dan aktivis serta santri bahtsul masail pilih yang dikagumi oleh publik santri. Sembari bertanya-tanya, mana mungkin dalam waktu bersamaan sibuk luar biasa dalem ngurus sapi dan menjadi siswa yang paling menonjol?! Ada yang bergumam, âini anomali, gak normal!â. Ada yang bilang, âGenius!â. Juga ada yang bilang dengan bahasa agak intelek, âOut of the box!â Semua mengagumi. Di Lirboyo, Kiai Azizi Hasbullah menjadi tokoh fenomenal sejak menjadi santri hingga detik ini. Banyak yang menjuluki âMacan Lirboyo!âSaya pun mengaguminya. Fans berat. Meski selain beliau, ada tokoh-tokoh di dalam Lirboyo yang saya kagumi seperti di antaranya yaitu Gus KH Ishomuddin Adziq, Pak Kiai Rosichun Zaka, Pak Kiai Ali Musthofa, Pak KH Saiful Mahrus Aly, Tokoh Kemerdekaan Dari Pesantren LirboyoBahtsul MasailKetika saya masih ibtidaiyah, suka menonton dan mendengarkan Kiai Azizi Hasbullah sedang menjelaskan rumusan dalam perhelatan bahtsul masail yang di adakan di Serambi tsanawiyah MTs baru bisa ikut belajar bahtsul masail dan musyawarah kitab Fathul Qarib lintas kelas tsanawiyah dan aliyah. Dewan perumusnya di antaranya Kiai Azizi, Pak KH Ali Musthofa, dll. Ketika beliau menjelaskan, saya pasang kuping dengan lebar. Rasanya senang sekali bisa dibimbing sang maestro bahtsul saya terkaget-kaget, kok bisa Kiai Azizi dalam merumuskan jawaban persoalan dengan memasukan pada bab kitab fikih yang sepertinya kurang nyambung tapi memang itu jawabannya. Pelan-pelan saya amati, dan setelah kelas tiga tsanawiyah dan sudah lumayan banyak baca kitab-kitab kuning seperti Bujayrami ala al-Khathim Syarah Iqnaâ, di sekolah juga belajar Fathul Muâin dengan Syarah Iâanat al-Thalibib dan Tarsyikhul Mustafidin, Hasyiyah Syarwani Sayah Tuhfatul Muhtaj pemberian kakak saya Qurratul Ain beli ketika haji, dll. Serta rajin mencatat ibarat-ibarat/penjelasan kitab yang penting. Saya baru memahami, ya memang ada banyak persoalan yang di bahas di bab kitab fikih yang terlihat tidak nyambung tetapi sebetulnya kitab fikih dalam pengebaban sudah baku. Itu-itu saja babnya. Misalkan ubudiyah, munakahat, muâamalat, dan jinayat. Bagi yang biasa membaca buku modern pasti akan bingung mencari jawaban dari kitab kuning. Sebab buku modern ditulis secara spesifik dan tematis serta kasuistik/masalah permasalah. Sedangkan kitab kuning tidak ditulis secara tematis dan tidak akan menemukan tema tahlilan atau sedekah yang pahalanya untuk mayat, tapi kita akan menemukannya di bab janazah dal lain tiba saatnya di sekolah MHM Madrasah Hidayatul Mubtadiin Lirboyo saya mendapati materi kitab ushul fikih Waraqat, disusul Tashil al-Thuruqat, dan Lubbul Ushul. Kakak kelasku, Kang H Said Salim yang saat ini menjadi kakak ipar, menitipkan saya ke Kiai Azizi untuk ikut kursus kitab ushul fikih. Karena Kang H Said saat itu mau boyong tamatan. Kami sowan dengan membawa gula batu dan teh upet khas saat itu saya aktif kursus ushul fikih kitab Lubul Ushul bersama Kiai Azizi di biliknya yang terbuat dari bambu dan jerami itu. Biasa kita menyebutnya âgedegâ.Saya masih ternginang cara beliau menjelaskan. Menjelaskan pengertian dari kata perkata yang ada di dalam kitab. Sejujurnya saya baru bisa memahami ushul fikih berkat kursus dengan Kiai ketika beranjak naik kelas Aliyah menjumpai kitab Jamâu al-Jawami 2 jilid, saya merasa agak ringan karena ada modal kurus kitab Lubul Ushul bersama Kiai Aliyah, tahun 1998-2000. Di saat saya sedang gandrung membaca buku-buku pemikir muslim Indonesia maupun Timur Tengah bahkan Barat, sembari saya terkadang nulis di Majalah dinding Lirboyo dan menjadi Sekjen Bahtsul Masail Kelas Aliyah. Saya sowan ke Kiai Azizi dengan tujuan mencopi makalah-makalah beliau. Beliau makalah-makalah itu saya ketik ulang di tempat rental komputer di Kota Kediri dan saya simpan di disket. Saat itu belum ada flashdisk. Saya edit dan kasih pengantar kajian atas tulisan-tulisan beliau. Jadilah buku yang diberi judul âKontekstualisasi Doktrin Fikih Islamâ.Buku itu diterbitkan dan dicetak oleh kami bersama teman sekelas, Fajar Mukhlasin Nur ketua kelas yang juga orang Malang, Bustomi, dan lain-lain. Dananya itu diterbitkan dan dicetak oleh kami bersama teman sekelas, Fajar Mukhlasin Nur ketua kelas yang juga orang Malang, Bustomi, dll. Dananya itu kita jual habis ketika dilaunching dan dibedah oleh penulisnya langsung Kiai Azizi Hasbullah. Karena Kiai Azizi adalah magnet dan idola para santri Lirboyo, sehingga tak butuh waktu lama menghabiskan buku uang hasil penjualan buku terkumpul, labanya kami berikan kepada Kiai Azizi sebagai penulis dan modal dikembalikan ke teman-teman sambil mayoran terong. Mensyukuri kesuksesan murid. Pada tahun 2021, kami pernah mengundang beliau bersama Kiai Zahro Wardi untuk menjadi perumus LBM PWNU DKI Jakarta. Dan bersedia datang. Betul-betul datang ke Jakarta. Kami senang sekali. Terasa mendapatkan keberkahan dan wawasan yang luar kini Sang macan Lirboyo itu telah Lahu Alfatihah Imam HamidiSumber Facebook Mukti Ali QusyairiAcarasilaturahmi antara masyayikh (ulama) dengan HIMASAL itu menindaklanjuti maklumat kiai sepuh Ponpes Lirboyo yang menyerukan agar mendukung Capres Cawapres nomor 01, Jokowi- Ma'ruf Amin.- Pondok Pesantren Lirboyo di Kota Kediri, Jawa Timur telah mencetak ulama hingga pejuang sejak awal abad ke-19. Pendirian pondok pesantren ini memiliki sejarah unik. Termasuk kisah santri pertama bernama Umar, bocah lugu yang berasal dari Madiun. Melansir laman resmi Ponpes Lirboyo, pada awalnya nama Lirboyo diambil dari sebuah desa terpencil yang terletak di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Sebelum berdiri pesantren, Desa Lirboyo bahkan tersohor sebagai sarang para perampok dan penyamun. Sejarah pendirian Ponpes Lirboyo berkaitan erat dengan awal mula KH Abdul Karim tinggal di Desa Lirboyo sekitar 1910 M. Setelah kelahiran putri pertama beliau yang bernama Hannah dari perkawinannya dengan Nyai Khodijah atau biasa disapa Nyai Dlomroh, putri Kiai Sholeh Abdul Karim pindah ke Desa Lirboyo berkat dorongan sang mertua yang kala itu menjadi dai di desa tersebut. Kiai Sholeh berharap dengan menetapnya KH Abdul Karim di Lirboyo, berharap syiar Islam bisa lebih luas lagi. Keputusan pindah ke Lirboyo juga karena permohonan Kepala Desa Lirboyo kepada Kiai Sholeh, agar berkenan menempatkan salah satu menantunya di desa itu. Ia berharap Lirboyo yang semula angker dan menjadi sarang penyamun bisa menjadi desa yang aman dan puluh lima hari setelah menempati tanah wakaf tersebut, Abdul Karim mendirikan surau mungil nan sederhana untuk mendekatkan diri kepada sang Pertama LirboyoMenjadi orang pertama memang selalu dikenang. Seperti halnya santri pertama yang menimba ilmu dari KH Abdul Karim. Dia adalah seorang bocah lugu yang bernama Umar asal Madiun. Kedatangan Umar disambut baik oleh KH Abdul Karim. Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten serta taat kepada beberapa waktu, tiga orang santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari Magelang yakni Yusuf, Shomad, dan Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernama Syamsuddin dan Maulana. Keduanya berasal dari Gurah, Kediri. Memasuki hari kedua, semua barang-barang milik kedua santri tersebut ludes diambil pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman, Lirboyo masih menyisakan tangan-tangan kotor. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung Semakin Dikenal MasyarakatMeski harus melalui perjuangan, keberadaan Pondok Pesantren Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dari tahun ke tahun. Santri semakin banyak berdatangan. Namun kali ini pihak Lirboyo sudah siap-siaga dengan ulah para penyamun. Mereka tak mau lagi apa yang pernah dialami oleh Syamsuddin dan Maulana terulang, maka dibentuklah satuan keamanan yang bertugas ronda keliling di sekitar 1913 M, KH Karim merintis pendirian masjid di lingkungan Ponpes Lirboyo. Awalnya masjid itu sangat sederhana, dinding dan atap terbuat dari kayu. Bahkan suatu ketika bangunan itu hancur porak-poranda ditiup angin beliung dengan KH Muhammad, Kakak Ipar KH Karim, berinisiatif untuk membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Dari pertemuan antara seorang dermawan, H Yaâqub, dengan KH Maâruf Kedunglo itu membuahkan persetujuan, yaitu dana pembangunan masjid dimintakan dari sumbangan para dermawan dan itu kemudian diresmikan pada 15 Rabiul Awwal 1347 H 1928 M, atau bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri Abdul Karim yang kedua, Salamah dengan Manshur Paculgowang. Bangunan masjid itu tergolong megah pada masanya. Mustaka menjulang tinggi, dinding dan lantai terbuat dari batu merah dengan gaya bangunan klasik yang merupakan gaya arsitektur Jawa kuno dengan gaya arsitektur negara Timur yang semula hanya satu, ditambah lagi menjadi sembilan. Itu atas prakarsa KH Maâruf untuk mengenang kembali masa keemasan Islam pada abad pertengahan. Arsitektur itu mirip kejayaan daulat santri kian bertambah banyak, masjid itu diperluas dengan menambah serambi muka sekitar 1984. Sekitar 1994, masjid ini mendapat penambahan bangunan di serambi depan masjid. Namun santri dan jamaah rupanya makin banyak sehingga sebagian harus berjamaah tanpa menggunakan atap. Bahkan sampai kini bila berjamaah salat Jumat, banyak santri dan penduduk yang harus beralaskan aspal jalan kini masjid itu tidak mengalami perubahan, untuk menjaga dan melestarikan nilai ritual dan historis. Namun, hampir menjelang akhir tahun dinding-dinding masjid yang sudah cukup tua itu dicat ulang dan sedikit ditambal Lirboyo juga masih menyisakan pintu gerbang dengan bentuk dan bahan aslinya yang terbuat dari papan dengan atap genting. Bangunan itu menjadi saksi sejarah yang tetap tegak berdiri mengawal perjuangan Islam hingga Perjalanan Hidup KH Abdul KarimAbdul Karim lahir tahun 1856 M di desa Diyangan, Kawedanan, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, dari pasangan Kiai Abdur Rahim dan Nyai Salamah. Manab adalah nama kecil beliau dan merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Saat usia 14 tahun, mulailah beliau melanglang buana dalam menimba ilmu agama dan saat itu beliau berangkat bersama sang kakak Kiai Aliman.Ia pertama kali menimba ilmu di sebuah pesantren yang terletak di desa Babadan, Gurah, Kediri. Ia lalu meneruskan pengembaraan ke daerah Cepoko, 20 km arah selatan Nganjuk, di sini kurang lebih selama 6 Tahun. Setelah itu, dia meneruskan ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono, Nganjuk Jatim. Di pesantren ini dia memperdalam pengkajian ilmu Al-Quran. Ia melanjutkan pengembaraan ke Pesantren Sono, sebelah timur Sidoarjo, sebuah pesantren yang terkenal dengan ilmu Shorof-nya selama 7 juga tercatat pernah nyantri di Pondok Pesantren Kedungdoro, Sepanjang, Surabaya. Hingga akhirnya, beliau kemudian meneruskan pengembaraan ilmu di salah satu pesantren besar di pulau Madura, asuhan ulamaâ kharismatik; Syaikhona Kholil Bangkalan. Cukup lama beliau menuntut ilmu di Madura, sekitar 23 memasuki usia 40 tahun, dia berangkat ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim untuk belajar. Pondok itu diasuh oleh sahabat karibnya semasa di Bangkalan Madura, KH Hasyim Asyâ cinta KH Karim bersemi di sini. KH. Hasyim Asyâari menjodohkan KH. Abdul Karim dengan putri Kiai Sholeh dari Banjarmelati Kediri, pada 1328 H/ 1908 Karim menikah dengan Siti Khodijah Binti KH. Sholeh, yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Dlomroh. Dua tahun kemudian KH. Abdul karim bersama istri tercinta hijrah ke tempat baru, di sebuah desa yang bernama Lirboyo, tahun 1910 M. Disinilah titik awal tumbuhnya Pondok Pesantren 1950-an, saat KH Abdul Karim menunaikan ibadah haji kondisi kesehatannya mengkhawatirkan. Namun ia tetap bertekad berangkat haji. Ia ditemani sahabat akrabnya KH Hasyim Asyâari dan seorang dermawan asal Madiun H. akhirnya, pada tahun 1954, 21 Ramadhan 1374 H, KH. Abdul Karim meninggal dunia. ia dimakamkan di belakang Masjid Lirboyo.jqf . 101 323 94 355 35 248 262 305